BISI 321, Tongkoleee … Gedhene…. Pooolll…..!!!

“BISI 321, Tongkolee … Gedhene…. Pooolll…..!!” Begitulah statement yang pendek dan jelas untuk menggambarkan BISI 321 atau yang juga banyak disebut Jagung SIMETAL.  Karena bagaimanapun, dalam budidaya jagung yang dicari adalah hasilnya, dan hasil itu selalu identik dengan performa tongkolnya. Meskipun tongkol bukanlah segalanya dalam menghitung nilai ekonomis dalam budidaya tanaman, khususnya jagung.

Mengapa? Karena ada faktor lain yang juga mempengaruhi. Misalnya harga, biaya produksi, dan variabel-variabel lain yang turut menjadi penentu dan berpengaruh dalam penghitungan nilai ekonomis suatu komoditas.

Namun demikian, jika berbicara tentang jagung hibrida super BISI 321, maka tidak akan pernah bisa lepas dari karakter yang melekat pada varietas tersebut. Mulai dari tongkolnya yang besar, warna biji cerah, berbobot, hingga produksi dan rendemen yang tinggi. Hal tersebut pada akhirnya membawa kita pada sebuah kesimpulan bahwa BISI 321 menjadi varietas jagung yang secara teknis budidaya dan produktivitas lebih baik dibanding varietas jagung sejenis lainnya.

Seperti dalam rangkaian acara panen raya BISI 321 di Desa Sumbersari, Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur, Lampung (1/10/2020). Jagung tersebut menunjukkan performa dan hasil yang sangat mengagumkan. Mengingat saat awal tanam jagung itu mengalami banyak kendala teknis di lahan. Mulai dari lahan bekas padi yang masih banyak genangan hingga banyaknya rumput yang tumbuh di lahan tersebut.

Kardiyo, si pemilik lahan, awalnya juga merasa kurang yakin dengan kondisi lahannya itu untuk ditanami jagung Simetal BISI 321. Namun seiring perkembangan waktu, jagung yang ditanamnya itu mampu menunjukkan performa yang menggembirakan. Tanamannya tumbuh dengan batang yang besar, kokoh, dan bertongkol besar. Ia pun mengaku puas dan pada musim tanam jagung akhir tahun ini ia akan menanam kembali BISI 321 di lahan yang lebih luas.

Demikian halnya dengan Rudi Hartono, petani jagung dari Desa Kemukus, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Meskipun baru pertama kalinya menanam BISI 321, ia mengaku langsung jatuh cinta dengan si tongkol besar itu. Pasalnya, ia menanam jagung tersebut di lahan berpasir dan cukup lama tidak terguyur hujan, Ketapang memang terkenal dengan kondisi lahannya yang berpasir.

Setelah hampir tiga minggu tidak terkena air hujan, kondisi BISI 321 milik Rudi tersebut masih terlihat tumbuh subur dan segar, bahkan tongkol yang terbentuk juga normal dan besar-besar. Padahal, tanaman jagung lain di sekitarnya banyak yang layu akibat kekeringan.

Sementara itu Subandi, petani jagung di Desa Bangunsari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, juga mengaku puas dengan performa BISI 321. Ditanam di kawasan pasang surut dan sempat tergenang beberapa hari saat benih baru ditanam, jagung tersebut ternyata mampu bertahan dan tumbuh dengan baik. Bahkan, hingga panen menunjukkan performa yang membanggakan. Tanamannya tumbuh normal dengan tongkol yang besar dan seragam.

Keunggulan BISI 321 juga dirasakan oleh Sukarman, petani jagung dari Desa Gunung Sugih Kecil, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Meskipun relatif kurang terurus dan serangan ulat gerayak FAW sedang banyak menyerang di wilayahnya, tanamannya mampu bertahan dan tumbuh normal dengan prosentase serangan ulat yang kecil. Ketahanan BISI 321 terhadap serangan penyakit bulai juga terbukti di lahan Sukarman, yang notabene juga menjadi daerah yang rawan serangan penyakit utama tanaman jagung itu.

M. Yusron Munir juga berbagi cerita menarik terkait BISI 321 yang ditanamnya. Petani asal Desa Sambikarto, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur itu menanam BISI 321 di musim kemarau. Meskipun ditanam dalam kondisi kering, jagung tersebut tetap tumbuh subur dengan batang yang besar dan daun yang lebar. Yang menarik, hampir semua tanamannya itu bertongkol dua dengan ukuran yang sama besar. Kini, ia telah menyiapkan lahan seluas 1,5 ha untuk ditanami BISI 321 pada musim tanam selanjutnya. (M. Haris Sukamto)