Tepat sebulan, sejak pertengahan April, hujan yang biasanya mengguyur ladang tadah hujan itu tiba-tiba sama sekali tidak turun. Padahal pertanaman jagung di bawah tegakan hutan mahoni milik Perhutani itu sebagian besar sedang memasuki masa-masa generatif yang membutuhkan asupan air yang cukup untuk menjamin produktivitas dan hasil panen yang optimal.
“Mau bagaimana lagi. Tanamannya ya hanya bisa kami biarkan tumbuh semampunya. Tanpa pengairan sama sekali sampai panen,” ujar Muhammad Soim, petani jagung yang menggarap lahan hutan milik Perhutani di Desa Pelang, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur.
Pada musim tanam kali ini, Soim mencoba menanam varietas jagung super hibrida BISI 99 di lahan hutan tadah hujan. Meskipun tidak mendapatkan asupan air sama sekali hingga masa panen tiba, tanaman jagung milik Soim itu masih mampu tumbuh lebih baik dibanding pertanaman jagung lainnya yang umumnya banyak mengalami kendala akibat kekurangan air.
“Tanamannya masih bisa tumbuh dengan baik. Hanya saja memang besar tongkolnya jadi kurang maksimal karena waktu pembesaran buah kekurangan air. Tapi ini sudah lebih bagus dari jagung lainnya. Bahkan jagung lain ada yang tidak mampu berbuah,” terang Soim.
Bukan hanya mampu berbuah normal di tengah kekeringan, pertanaman BISI 99 juga lebih prima dibanding jagung lainnya. Daunnya masih hijau segar dan subur di usia panennya. Sementara jagung lain di sebelahnya banyak yang meranggas kekeringan.
“Dari awal tumbuh dulu memang bagus. Yang paling saya suka itu tanamannya lebih tahan bulai. Sehingga dari awal sudah bagus tumbuhnya. Meski akhirnya kekurangan air, tongkolnya masih bobot dan seragam. Bijinya juga muput (penuh hingga ujung tongkol-red.),” kata Soim.
Hal yang sama juga disampaikan Panikem, petani jagung di Desa Sriwedari, Karanganyar, Ngawi. Tahan penyakit dan kekeringan memang menjadi daya tarik utama bagi wanita tani itu terhadap BISI 99 yang telah ditanamnya. Pasalnya, ketiadaan air memang menjadi faktor pembatas utama bagi para petani jagung di sekitaran kawasan hutan Sriwedari.
“Alhamdulillah taksih saget panen. Lintune katah ingkang mboten saget panen, mboten wonten tuyo (Alhamdulillah masih bisa panen. Lainnya banyak yang tidak bisa panen, karena tidak ada air-red.),” terang Panikem.
Selain itu, lanjut Panikem, hasil panennya sendiri juga memuaskan di tengah kondisi lingkungan yang kurang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan jagung. “Hasile taksih lumayan. Setunggal kilo benih taksih angsal 5 kuintal. Padahal mboten wonten tuyo. Tongkole sae, wernine sae (Hasilnya masih lumayan. Satu kilogram benih masih bisa menghasilkan 5 kuintal pipil kering. Padahal tidak ada air. Tongkolnya juga bagus, warnanya bagus-red.),” ujarnya.
Juga tahan basah
Berbeda dengan Ngawi. Di Pasuruan, Jawa Timur, jagung super hibrida BISI 99 ditanam dalam kondisi lingkungan sebaliknya, yaitu kelebihan air. Hingga dijuluki sebagai salah satu varietas jagung yang tahan (kelebihan) air.
Adalah Abdus Somad. Salah seorang petani jagung di Desa Kanigoro, Rembang, Pasuruan, yang membuktikan sendiri keunggulan BISI 99 yang ditanam di lahan yang selama ini tidak pernah bagus saat ditanami jagung.
“Karena info awalnya jagung ini (BISI 99) tahan air, makanya langsung saya coba tanam di lahan saya yang selama ini tidak pernah bagus ditanami jagung. Karena tanahnya becek, dan tanamnya pas banyak hujan juga,” ujar Somad yang kembali tanam BISI 99 sebanyak 48 kg.
Hasil uji coba tanam itu memang langsung membuat Somad puas dan yakin dengan performa jagung tersebut. Dari 5 kg benih yang dicobanya itu ternyata memberikan hasil yang di luar prediksinya.
“Saya hitung dapatnya 59 karung glondongan. Setelah dipipil dan dikeringkan hasilnya 1,9 ton. Hasil itu sangat bagus. Karena di lahan itu maksimal paling bagus hanya bisa dapat 1 ton, itupun ditanam dalam kondisi normal. Lha yang (BISI) 99 ini ditanam dalam kondisi becek dan setelah pupuk kedua hujannya juga terus menerus tidak berhenti sampai panen,” cerita Somad.
Sucipto, petani jagung di Desa Mulyorejo, Kraton, Pasuruan, juga membenarkan hal itu. Menurutnya, selain tahan kelebihan air, BISI 99 juga sangat tahan terhadap penyakit khas di musim hujan, yaitu busuk batang. “Tanamannya sangat tahan busuk batang, tidak ada yang terserang. Padahal jagung lain banyak yang terserang,” terang Sucipto yang kini kembali menanam BISI 99.
Hal yang sama juga disampaikan Suaib, petani jagung di Desa Suwayuwo, Sukorejo, Pasuruan. “Tingkat serangan busuk batangnya tidak ada sama sekali. Sementara jagung lain yang saya tanam bersebelahan di lahan yang sama, banyak yang kena busuk batang,” ujarnya.
Suaib mengaku menyesal lahannya itu tidak semuanya ditanami BISI 99. “Karena jagung lain banyak yang kena busuk batang, akhirnya dibeli dengan harga lebih murah. Hanya Rp6 juta. Kalau saat itu saya tanami BISI 99 semua, pasti harganya lebih mahal. Minimal bisa dapat Rp8 juta. Karena pasti tidak ada yang terkena busuk batang dan tongkolnya itu juga besar-besar dan panjang. Lebih memuaskan,” terang Suaib. (AT)